Festival Batik Indonesia dan Trend Show IPMI ' 09

Batik merupakan warisan kebudayaan Indonesia yang telah menjadi kebanggaan bangsa. Keberadaan batik kini telah melebihi dari hanya sekedar tekstil. Batik seakan mampu menyampaikan rasa, cerita kehidupan serta filosofi dan pengharapan akan hidup. Eksistensi batik dalam setahun terakhir ini telah menjadi primadona di kalangan pecinta mode. Potensi batik sebagai identitas bangsa kian kuat seiring tumbuhnya industri produk-produk kerajinan batik yang semakin meningkat. Tentu saja hal ini mampu memberikan kontribusi signifikan dalam pengembangan industri mode di Tanah Air.

Oleh karena itu, festival pertama kali yang menjadi bagian dari program Enjoy Jakarta ini turut didukung Pemda DKI Jakarta dan Dinas Pariwisata DKI yang bekerjasama dengan Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI) digelar pada tanggal 10-12 Desember 2008 lalu. IPMI sebagai organisasi yang mewadahi para perancang mode profesional Indonesia melihat ini sebagai momentum untuk melestarikan, mengembangkan, dan memberikan ide-ide baru agar batik tetap berada pada titik stabil sebagai identitas bangsa Indonesia. Keberadaan batik diharapkan tidak sekedar menjadi favorit musiman, tetapi juga bisa menjadi kulminasi awal perjalanan batik menjadi klasik. Dalam hal ini, IPMI bukan hanya menjalankan perannya sebagai perancang busana tetapi merasa ikut bertanggung jawab akan melestarikan dan menyumbangkan ide serta daya upaya untuk turut mengembangkan budaya sebagai identitas bangsa Indonesia.

Sebanyak 18 desainer kebanggaan Indonesia meramaikan Festival Batik Nusantara dengan menampilkan koleksi rancangan terbarunya di The Hall Senayan City, Jakarta. Semua busana yang ditampilkan mengambil salah satu warisan kekayaan bangsa yakni batik. Acara yang dalam 3 hari tersebut dimulai pukul 19.00 WIB setiap malamnya, dibuka dengan sambutan dari Arie Budiman, selaku Ketua Dinas Pariwisata DKI Jakarta. Pergelaran ini mengusung tema D’Equilibrium, statement yang mengacu pada kebutuhan akan keseimbangan manusia modern dalam menjalani kehidupan di dunia yang semakin serba tidak menentu arahnya. Keseimbangan itu dapat diartikan dengan berbagai macam interprestasi. Sebagai contoh adalah keseimbangan manusia dengan alam, keseimbangan apresiasi lokal serta kreativitas dan enterpreneurship.

Parade busana hari pertama, 10 Desember 2008, menampilkan karya-karya 11 desainer diantaranya Carmanita, Era M. Soekamto, Ghea S. Panggabean, Tuty Cholid, Stephanus Hamy, Musa Widyatmodjo, Agnes Budhisurya, Lenny Agustin, Sofie, Barli Asmara dan Adesagi, yang mampu mengolah batik menjadi rancangan yang cukup wearable dengan desain simple namun unik, mulai dari pakaian santai, kerja, hingga formal lainnya. Pada kesempatan kali ini, Ghea Panggabean sebagai penampil pertama mempersembahkan enam rancangannya yang didominasi warna-warna maroon. Sebagian besar busana yang ditampilkan mengadaptasi baju Bodo khas Sumatera, yang dimodifikasi ke dalam blus bergaya modern, celana gelembung, rok panjang beraksen lipit, semi-blazer dan gaun malam. Sebagai tambahan, Ghea menambahkan aksen belt khas Sumatera pada pinggang dan bolero dengan detail ruffle. Selanjutnya, Musa Widyaatmodjo mengeksplor batik motif megamendung dari Cirebon dalam busana casual yang sangat wearable. Dress berpotongan A-line dan H terlihat cukup nyaman dikenakan berkat pilihan bahan katun dan detail sederhana. Seperti blus paduan warna hitam dan fuchsia yang dipadankan dengan rok longgar beraksen pita, blus tunik berdetail bordiran dengan padanan celana palazzo, atau dress selutut yang girlie. Busana semi couture dihadirkan Agnes Budhisurya, lewat gaun panjang bergradasi, motif painting, detail bordir menyerupai ukiran dan hiasan kepala seperti puteri keraton. Sementara itu, Carmanita tetap setia dengan busana berpotongan asimetris, siluet longgar, serta kombinasi beberapa bahan dan corak batik. Sekilas terlihat seperti busana yang unfinished, dengan kain yang nampak hanya dilipat, diikat atau disampirkan ke belakang. Celana gelembung, legging dan jaket tampil sebagai pelengkap.

Motif sarung kotak dan polkadot menjadi bahan utama Stephanus Hamy untuk menciptakan busana santai hingga casual seperti dress kamisol, kaftan, bolero, semi-coktail dress, hingga setelan blus sleeveless dan hot pants. Lenny Agustin yang terkenal dengan garis rancangan playful dan kaya warna memanfaatkan momen ini untuk memperkenalkan second line-nya, rancangan berkonsep busana pantai seperti gaun model boneka, blus bertali kecil, celana pendek dan gaun panjang dari bahan Lurik Jogja, Jumputan Bali dan Sarung Makassar, sedangkan Era M. Soekamto menampilkan koleksi batik Abit Apik bertemakan Indigo dengan menggunakan batik Rembangan sebagai inspirasinya.

Pada hari kedua, 11 Desember 2008, 6 desainer diantaranya Ghea S. Panggabean, Priyo Oktaviano, Rusli Tjohnardi, Stephanus Hamy, Tri Handoko, dan Tuty Cholid menampilkan trend show ’09 rancangannya. Ghea’s theme for trend ’09 adalah Pelangi Swarnadwipa, dimana sentuhan ethnic tetap dapat terlihat di setiap busana modern dan fashionable yang ia desain. Semuanya dikemas dalam warna-warna cerah seperti nuansa orange, ungu, merah, hijau bak pelangi. Simple, cleancut, minimalist, dan konstruktif tetap diusung oleh Tri Handoko pada rancangannya kali ini, terinspirasi dari Slumber Party (pajamas party), koleksi baju tidur yang didominasi warna-warna off white, cream, rose, dan grey menampilkan kesan yang loose, rileks, playful, dan cute.

Terinspirasi oleh situasi dunia saat ini yang sedang rumit dalam segala bidang, Tuty Cholid mengangkat tema Culturistic, yakni penggabungan tema unsur culture dan futuristic. Dengan nuansa warna dengan unsur kemodernan, Tuty Cholid ingin menampilkan image wanita yang simple, elegant, etnik, dan juga modern. Konsep padu padan rancangan Stephanus Hamy kali ini terlihat sangat modis dan praktis, selain itu isue ramah lingkungan juga memberikan kontribusi pada ide koleksinya ini. Rusly Tjohnardi with my delirium rhapsody-nya tertuang adalam garis era 60-an diwujudkan dalam bentuk jaket/jas hujan dengan permainan warna-warna hitam, putih, bronze, dan hijau orgile. Melalui koleksinya yang bertajuk Color Bomb, Priyo Handoko mencoba berempati pada peristiwa peledakan bom besar-besaran yang terjadi beberapa saat lalu di India. Ledakan warna-warni kain Sari dalam 13 set busananya kali ini menyuarakan jeritan kebebasan dan 1 set busana berwarna putih yang ditampilkan menyiratkan pengharapan akan perdamaian.

Di penghujung acara, 12 Desember 2008, 6 perancang kebanggaan Indonesia kembali ambil bagian untuk turut memeriahkan pergelaran busana ini. Ari Seputra, Carmanita, Denny Wirawan, Era M. Soekamto, Kanaya Tabitha, dan Valentino Napitupulu mempersembahkan serangkaian koleksinya pada parade kali ini. Keindahan alam Nusantara menjadi inspirasi Ari Seputra dalam membuat koleksi trend’09 ini. Warna alami seperti hijau, coklat kayu, hitam, dan warna burung merak dikemas dalam siluet ringan berdraperi dengan detail batu-batuan. Carmanita dengan inspirasi peace, cool breeze and calm-nya mengusung tema chromatic Oriented dalam koleksinya kali ini. Kemegahan dan kemewahan busana Maharaja mengilhami Denny Wirawan untuk rangkaian koleksinya. Kanaya Tabitha menginspirasikan kehangatan alam dan gemercik air terjun di Amazone, dimana bahan yang dipakai dalam rancangannya ini adalah satin, silk, print, dan lace. Gaya, potongan, dan tampilan busana yang terlihat feminin, sexy, chic, dan berkesan mewah diekspresikan Valentino Napitupulu pada trend show ’09 ini.

Penyelenggaraan festival ini diharapkan dapat dijadikan sebagai agenda tahunan bersama dengan Jakarta Fashion Week agar Jakarta sejajar dengan kota mode di Asia," kenang Aurora Tambunan, Asisten Kesejahteraan Masyarakat DKI Jakarta saat meresmikan acara yang berlangsung 3 hari tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright by 69plusplus Magazine  |  Template by Blogger